Selasa, 03 Januari 2012

senja ^.^

Diposting oleh Unknown di 07.26
haiii............
cerpen baru nih, hmm tapi yaaa gitu, belum profesional maaf. haha
pasti banyak kekurangan. maklumin aja deh yaa. langsung aja. check it out =>



SENJA

Aku suka senja dengan langit berawarna ke merahan.  Aku suka tempat ini, taman komplek yang jarang sekali dikunjungi warga. Sejuk, tenang, dan sepi.
Disini aku mencari inspirasi untuk lukisanku.
Aku mulai menggoreskan pena ke dalam sebuah canvas. Mencari sebuah keunikan dan keindahan. Akhirnya aku pun tertarik pada pemandangan anak kecil yang sedang memunguti sampah itu. Bukan karena apa-apa. tapi ‘pemulung’ menurutku bisa menjadi objek yang bagus. Apalagi pemulungnya anak-anak, mungkin dari sini penggemar lukisan akan terbuka hatinya untuk lebih menolong sesama J

Hari semakin sore. Beruntung sketsa  gambarku  sudah selesai. Kemudian aku memberi sedikit uang kepada pemulung yang dari tadi duduk di pinggir tong sampah dekat bangku tempatku duduk.
Aku kemudian duduk kembali di bangku taman. Membereskan barang2 dan sesegera mungkin untuk pulang.
“lukisanmu bagus” ucap seseorang di  sampingku.
Aku langsung menengok sambil mengambil tas kecil berisi perlengkapan melukis.
“eh hai. Makasih” balasku lalu tersenyum padanya.
Dia tersenyum. Lalu mengulurkan tangannya “aku zio.”
Kemudian aku mengulurkan tangan dan berkata “aku lavina”
“maaf aku buru buru. Senang berkenalan denganmu. Bye J” ucapku lalu melambaikan tangan ke arahnya.

Aku langsung masuk ke kamar. Berbaring di kasur dan mendengarkan Ipod.
Aku melihat kak geral masuk ke kamarku. Earphone langsung aku copot dari telingaku, Lalu tersenyum dan menyapa kak geral.
“hai kak” ucapku.
Kak geral tersenyum. Tanpa kata-kata dia langsung melihat lukisanku yang masih berbentuk sketsa.
“sosialmu tinggi yaa vin” ucapnya
“hah? Maksudnya lukisanku kak?” tanyaku
“iya. Lukisan ini bagus. Sangat menyentuh hati kaka” balasnya.
“oh. Nah itu dia. Aku ingin orang yang melihat lukisan ini mempunya perasaan yang sama seperti kaka” balasku lalu tersenyum dan duduk di sofa.
“tinggal kamu beri warna yang cocok, kaka yakin, lukisan ini mempunya nilai jual tinggi” balas kak geral kemudian duduk disampingku.
“aku pun sudah memikirkannya kak J “balasku tersenyum memandang wajah kak geral.

Tak lama kak geral memelukku, Mencium keningku dan Memberiku sebuah motivasi agar aku lebih tegar. Kemudian berpamitan dan kembali  pulang ke kost-an nya di dekat UI, kampusnya.

Semenjak mama memutuskan untuk memberhentikanku sekolah dan menggantikannya dengan home schooling, aku tambah tertarik pada dunia seni.  Yang kumaksud lebih tepatnya adalah dunia lukis. Aku memang menyukai lukisan sejak dulu. Aku pun sering melukis. Tapi, bakat melukisku lebih terlihat ketika aku mencoba melukis setelah keluar dari sekolahku.

Mama memutuskan aku untuk berhenti sekolah karenaaa……
Karena akuu…..
Aku mengidap kanker hati sejak 2 tahun terakhir.
Awalnya aku frustasi, pesimis dengan hidupku. Tapi setelah aku tersadar bahwa aku tidak sendiri dan banyak yang menyayangiku, aku lebih menikmati hidupku ini. Walaupun rasa sakit yang kualami tak kan bisa terhapus oleh apapun, aku tetap mempunyai tekad bahwa aku yakin aku bisa. Karena di dunia ini tidak ada yang mustahil.

{1 minggu kemudian}

Aku kembali lagi ke taman komplek dekat rumahku. Selain menikmati senja, aku pun berniat menyelesaikan lukisanku hari ini.
Pemulung itu ternyata memang tinggal di taman ini bersama kakaknya. Hanya saja, kemarin aku tidak melihat sang kakak. Pemulung itu tersenyum ke arahku. Aku mencoba mendekatinya, mengajaknya mengobrol, lalu memberinya coklat dan sedikit uang untuk mencukupi kebutuhannya. Giginya yang ompong membuatku selalu tersenyum ketika melihatnya berbicara.
Ucapan terima kasih dari mulutnya membuat hatiku sedikit tergores, aku pilu. Memandang seorang anak yang masih sangatlah muda sudah bersusah payah untuk mencari uang, sangatlah menyedihkan untukku.
Tak ingin terlihat menangis di depan fahri (anak kecil itu) aku langsung berdiri, mengusap air mataku dan mulai melanjutkan lukisanku.

Selesai. Akhirnya aku menyelesaikan lukisanku dalam waktu yang cukup lama. Fahri terbangun dari tidurnya. Kemudian berlari kecil mendekatiku.
“kakaaa” ucapnya lalu memelukku erat.
Sungguh, aku ingin menangis.
“besok kaka kesini lagi yaa” ucapnya
“iyaa. Kalau kaka sempat yaa” balasku terbata.
“kaka jangan nangis. Nih aku kasih bunga buat kaka. Hehe. Jangan nangis ya kakaa. Kaka kan cantik, kalau nangis, jadi jelek” ucapnya.
Aku mengambil bunga mawar pemberiannya. Walau bunga itu sudah layu, aku tetap menghargai pemberiannya. Hatinya sangatlah tulus. Tak lama, akhirnya tangisanku menjadi jadi karena tidak kuat menahan bendungan air mataku yang sudah meluap.

“ini” seseorang menyodorkan tissue dari belakang.
Aku menengok, setelah mengetahui bahwa orang itu zio, aku mengambil tissue pemberiannya.
“kamu kenapa?” tanyanya.
Aku tak menjawab, hanya melirik lukisanku dan melirik fahri yang kembali tidur di dekat tong sampah.
“oh. Aku mengerti” balas zio.
“kamu sangat baik vin. Hatimu tulus. Sosialmu juga tinggi” sambung zio dan tersenyum.
“yaaa. Fahri lah yang membuatku lebih bisa mencerna makna kehidupan dan menikmati hidup ini. Walaupun…” ucapanku terputus. Aku menggigit bibirku.
“kenapa?” tanya zio memasang wajah penasaran.
“mmm… aku punya penyakit yo” balasku. Kemudian air mataku menetes kembali.
“maafkan aku. Aku tidak bermaksudd……”
“tidak apa-apa. sudah 2 tahun ini aku mengidap kanker hati. Walaupun rasanya sangatsangat sakit, aku mencoba tegar. Menjalani hidup ini dengan semampuku” balasku lalu tersenyum memandang zio.
“aku mengerti.  Wajahmu sangat ceria. Aku hampir tak percaya kalau kamu begitu. Dan aku yakin kamu mampu J hanya dengan tekad yang kuat, kamu bisa melewatinya. Vin, kamu bisa. Percaya padaku” ucap zio sambil menepuk pundakku.
“yo.. makasih yaa J aku baru kenal denganmu. Tapiii entah apa yang membuatku merasa sangat dekat denganmu. Hehe. Terimakasih yo J” balasku.
“aku bisa menjadi sahabatmu, kalau kamu mau” balas zio.
Aku tersenyum dan memeluknya.
“kamu sering kesini?” tanyaku.
“yaaa. Setiap hari aku kesini” balasnya.
“aku jarang. Paling hari minggu, dan itupun kalau aku punya waktu. Aku sangat menyukai senja. Menurutku, senja adalah hal paling indah yang terlukis dilangit. Meskipun pelangi lebih indah. Hehe. Tapi aku menyukainya” balasku.
“sibuk apa? yaa.. Aku juga sangat menyukai senja. J” balasnya
”bukan karena sibuk. Tapi, kamu tahu kan aku seperti ini, jadi nyokap jarang memberiku waktu untuk keluar. Hari ini saja aku harus mengendap-endap untuk datang kesini” ucapku lalu menarik kakiku.
“sure? Waw. Harusnya kamu bangga mempunyai orang tua seperti mereka. Tidak seperti aku. Huft” balasnya lalu menaikkan kakinya mengikutiku.
“iyasih. Tapi kan aku ingin bebas. Tidak seharusnya aku di kurung setiap hari di rumah. Aku ingin seperti anak-anak yang lain. Aku ingin seperti mereka yang bebas kemana pun. Aku memang sakit, tapi tak seharusnya mereka memperlakukanku seperti ini.” Ucapku hampir menangis.
“aku mengerti. Tapi, kamu tahu aku?? Kamu tidak mengerti aku kan?? Aku bebas dan aku liar! Aku manusia bodoh di dunia ini. Aku sempat memakai narkoba, aku selalu pulang malam, aku sering minum. Itu karena BEBAS. Harusnya kamu lebih mengerti! Kamu itu beruntung vin, kamu beruntung!” ucap zio.
“maafkan aku” ucapku dan zio bersamaan.
“hey.  Kenapa kamu meminta maaf?” ucapku.
“karena aku berkata kasar padamu” balasnya.
“hmm. Maafkan aku juga ya, telah berkata kasar lebih dahulu” aku mengeluarkan handphone untuk mendengarkan lagu. Lalu memasang earphone dan berdiri.
“aku memang tak pantas untuk bergaul. Apalagi denganmu” ucapku lalu meninggalkan zio.
Tapi aku tertahan. Tanganku di cengkram erat oleh zio. Aku berhenti dan menolehnya.
“aku butuh kamu” ucap zio.
Aku tersentak. Heran dan bertanya-tanya.
“membutuhkanku? Aku tidak sekuat yang kamu lihat. Kamu memilih orang yang salah” lanjutku lalu meninggalkannya.
Dia diam. Aku segera meninggalkan taman dan pulang kerumah.

=>

Aku menanyakan mama tentang zio. Lalu aku memberitahu mama kalau rumah zio juga tak jauh dari taman. Mama tak kenal, tapi mama punya banyak teman yang tinggal di sekeliling komplek ini. Aku mendesak mama agar menanyakan kepada temannya satu persatu. Mungkin terlalu berlebihan, tapi aku memang ingin tahu.

Entahlah… apakah ada yang salah denganku, aku selalu memikirkannya. Mungkin aku terlalu merasa bersalah kepadanya, atau mungkin aku juga membutuhkannya. Atauuuuu……..
Ahh. Aku kenapa? Mungkin hari ini aku sedang tak sehat. L

=>

Hari demi hari berlalu. Hari ini, hari minggu. Aku berniat untuk datang ke taman itu lagi. Berhubung mama sedang memperbolehkanku.
Kali ini aku datang terlambat, zio lebih dahulu duduk di bangku taman yang biasanya aku duduki. Aku mengalah dan mencari bangku lain.
Perlahan aku jalan dan melewati zio yang sedang duduk asyik sambil bermain gitar.
Aku ditariknya, kemudian disuruh duduk disampingnya. Aku tak bisa mengelak, akhirnya aku mengikuti kemauannya.
Anginnya sangat kencang. Rambutku yang tergurai sampai pinggang pun akhirnya berantakan. Rambutku tidak lurus, tapi bergelombang dibagian bawahnya. Aku sering kesal terhadap saudaraku yang selalu menarik rambutku karena mereka menginginkannya. Huuh-_-
Zio menatapku lurus. Aku mengerutkan dahi dan bertanya.
“ada yang salah?” tanyaku.
“mm… kamu cantik vin” ucapnya.
“kali ini aku tidak ingin membahas tentang diriku dan bagaimana kalau ganti topik pembicaraan? -_-“ balasku sedikit ketus. Mungkin aku sedang sensitif.
“ehiya. Kamu suka mendengarkan musik kan? Lagu apa yang kamu paling suka? Kalau yang aku sekarang, I wish you were here. Bukan karena lagu itu lagi ngetrend, tapi dipahami deh makna liriknya” ucapnya panjang lebar.
“aku juga suka itu” balasku.
Zio terus memainkan gitarnya dengan menyanyikan lagu yang menurut dia ‘menyentuh’ hatinya.
Aku mendengarkan dengan sedikit kegalauan hatiku. Mungkin karena yang dimaksud dalam lagu itu, ia menginginkan orang itu berada di dekatnya. Aku langsung merinding, meneteskan air mata dan mencoba menahan tangisanku. Karena ketika aku memaknai artinya, aku teringat kembali dengan penyakitku.
Aku memang cengeng. Aku pun tahu akan hal itu.

Zio terdiam. Gitarnya ia taruh di bawah. Dia menatapku, mencoba mengerti apa yang terjadi padaku.
“mmm sorrsorry vin” ucapnya sambil menatapku.
Dia memegang daguku lalu menggerakkan kepalaku ke arahnya.
“kamu gapapa?” tanyanya.
Aku mengangguk. Dia melepaskan tangannya dan mengusap air mataku dengan kedua tangannya.
“Apapun yang terjadi, share ke aku ya” ucapnya setelah mengusap air mataku.
Aku tersenyum dan memeluknya. Hangat pelukannya, aku tak ingin melepas pelukannya tapi aku tersadar kalau aku bukan siapa-siapa dia. Aku hanya sahabat barunya J dan tak sepantasnya aku seperti itu.
Setelah lama berbincang dengannya, tiba-tiba aku batuk dan bersin-bersin. Seperti biasa darah kental mengalir dari hidungku, aku tidak khawatir karena ini sudah biasa. Aku mencoba menutupinya dari zio, tapi tak berhasil, dia sudah melihatnya dan langsung mengkhawatirkanku.
Aku mencoba menenangkan zio, dan aku meyakinkannya kalau aku tidak apa-apa. Tetapi, dia tetap takut dan ingin mengantarku pulang. Aku menyerah, sebenarnya aku tak betah dirumah, tetapi zio tidak mau melihatku sakit, aku pun mengikuti maunya dan berterima kasih karena telah mengantarku pulang.

Setelah aku sampai rumah, mama langsung heboh mendekatiku.
“hey mamaaa…. Aku sudah tahu kok. Hmm makasi mama sudah berusaha mencari tahu. Hehe” ucapku.
Tetapi mama masih terus berbicara panjang lebar, dia bilang zio itu gantenglah, baiklah, kerenlah. Yaaduu mamaaaa-_-
Letak rumah zio ternyata setelah 2 rumah disampingku. Aku tak percaya zio telah mengetahuiku sejak lama, tetapi dia tidak pernah menyapaku, hanya sekedar tahu tetapi tak mengenal.

=>

“zio?” kak geral tiba-tiba mengagetkanku.
“haah? Kenapa kak?” aku langsung terbangun dari kasur dan melihat kak geral yang ternyata dari tadi membaca bbmku sama zio K
“ini. Ciee” kak geral menyodorkan handphone kepadaku.
Aku menceritakan semuanya dan akhirnya kak geral mengerti. Dia tersenyum dan selalu menggodaku.
Kak geral ternyata juga sudah mengenal zio sejak lama, karena dino (kakaknya zio) adalah teman baik kak geral.

=>

Aku tidak bisa menahan sakitku yang amat dalam. Hingga akhirnya… bruk.
Vina pingsan dan dibawa ke rumah sakit oleh keluarganya.

Aku terbangun, kemudian melihat sekelilingku. Setelah menyadari bahwa aku berada di rumah sakit dan aku akan memasuki ruang ICU, aku langsung teringat satu hal. Zio.
“Aku sakit. Kali ini penyakitku benar-benar tak tertolong, aku masuk ICU, dan aku berharap, setelah aku keluar aku akan sembuh.” aku mengirim sms ke zio dengan tangan gemetar sebelum aku masuk ruang ICU.

Aku juga meyakinkan saudara-saudaraku bahwa aku tidak apa-apa, dan aku menyuruh mereka agar tidak khawatir. Terakhir, aku mengucapkan terima kasih, memeluk mama, papa dan kak geral. Aku mengusap air mata kak geral dan menyuruhnya agar tidak menangis, “kalau kaka nangis, aku pun nangis” begitu ucapanku. Dokter memanggilku. Aku berdoa kemudian pasrah akan kehendak tuhan.
“Kalau memang kematian adalah jalan yang terbaik, cabutlah nyawaku” ucapku dalam hati.

{2 hari kemudian}
Semuanya cemas, kanker vina sudah stadium akhir. Kini ia masih terbaring lemah di tempat tidur. Sudah 2 hari tidak ada tanda-tanda dari vina.
Semua teman-teman sekolahnya mengunjunginya. Beharap vina akan sembuh dan bisa bermain kembali bersama mereka.

{seminggu kemudian}
Karangan bunga sudah menumpuk. Vina koma, semuanya khawatir. Dan sampai saat ini zio tidak datang menjenguknya walaupun vina sudah berpesan ke kak geral.  “kalau aku koma,  tolong bilang zio” begitu pesan vina waktu 2 minggu yang lalu.

{dua minggu kemudian}
Zio susah dihubungi. Kak geral sudah menyerah.
Vina sedikit menggerakkan tangannya dan meneteskan air mata.
Saat itu, mungkin aku hampir mati, aku tidak tahu apa yang ada dipikiranku. Aku meneteskan air mata karena aku tidak kuat menahan rasa sakitku. Aku mencoba menggerakkan tanganku dengan susah payah tapi akhirnya tak mampu.

{16 hari kemudian}
Aku mencoba membuka kelopak mataku. Tapi aku tak sanggup. Aku lemah, aku tidak kuat. Aku merasakan tetesan air mata yang jatuh mengenai punggung tanganku.
Pada saat itu aku ingin sekali mengatakan kepada mereka bahwa aku tidak apa-apa. walaupun rasa sakit ini tidak bisa kutahan. Sungguh sangat sakit. Aku pun menangis. Tetapi mereka tak bisa melihatku menangis. Mungkin mereka hanya melihat sedikit tetesan air mata yang mengaliri pipiku.
Hingga akhirnya sedikit demi sedikit aku membuka mataku. Silau sekali, seperti terbangun dari dunia mimpi berjuta-juta tahun lamanya.
Mama dan kak geral langsung menangis memelukku. Aku memaksakan tersenyum walaupun susah. Aku memegang tangan kak geral perlahan. Kak geral mencium keningku.
Aku tak bisa berlama-lama melihat, karena mungkin aku masih sangat lemah. Ketika dokter mendekatiku aku kembali tertidur.

{17 hari kemudian}
Semua menjengukku. Kali ini aku sudah mulai kuat. Tetapi nafasku masih bergantung pada oksigen.
Aku mengeja kata perlahan-lahan di depan kak geral. Aku bilang bahwa  a ku ti dak a pa - a pa.
Kak geral tersenyum. Dia mengerti walaupun aku hanya mengeja tanpa suara.

=>

 Terimakasih kepada kalian yang sudah mendoakanku. Terima kasih kalian setia mendampingiku. Aku selalu berhutang budi kepada kalian. Maafkan aku yang selalu merepotkan kalian. Terutama mama, papa dan kak geral. Maafkan aku L
Semua ini berkat allah dan support dari kalian. Makasih yang selalu menyemangatiku. Kalian selalu memberiku motivasi agar aku bisa menjalani hidupku.
Seandainya kalian tahu, mungkin kalian tidak akan bisa menahan rasa sakit yang selalu aku rasakan. Sekali lagi terima kasih J

1 minggu kemudian.

Aku sudah di rumah. Aku sangat senang dapat kembali ke rumah ini setelah sebulan lamanya mendekam di dalam ruang ICU.
Penyakitku sudah sembuh. Kini aku sudah seperti kalian, anak remaja yang memiliki kebebasan untuk bergaul. Tapi aku tahu, tidak selamanya bebas itu baik, bebas pun ada batasnya. Jaga diri adalah hal paling utama untuk remaja masa sekarang.
Setelah mengingat kata itu, aku jadi teringat……………………….

=>

Aku berjalan perlahan menuju taman komplek. Aku merindukan suasana disana. Aku juga merindukan fahri. Sudah lama aku tak melihatnya, mungkin sekarang sedang bekerja. Tapiiiiiiiii….. aku mendekat ke arah tong sampah, di situ ada ibu-ibu yang sedang memunguti kardus berkas yang biasanya di gunakan fahri untuk tidur.
Aku menanyakan kepada ibu itu tentang fahri. Tapi tak ada jawaban. Ibu tua itu langsung pergi meninggalkanku. Cukup aneh. Tapi aku sudah bisa membaca kalau fahri sudah pindah.
Aku kembali ke bangku tempat biasa aku duduk.
Tak lama seseorang memelukku dari belakang. Aku kaget dan dengan cepat menghindar dari pelukannya.
Zioooo….. ucapku pelan sedikit berbisik.
Dia menangis. Aku heran dengan sikapnya. Kemudian dia duduk di bangku, bajunya basah kuyup, ya memang sekarang ini hujan lebat. Aku ingin pulang tapi tak membawa payung, akhirnya terjebak disini.
Kemudian aku duduk disampingnya dan memulai pembicaraan.
“kamu kemana saja?” tanyaku.
Sudah bisa kutebak aku akan menangis, dan ternyata benar. Aku menangis.
“maafkan aku tidak memberitahumu kalau saat itu aku sedang berada di malaysia” jawabnya sambil menunduk.
“disaat aku butuh, kamu tidak ada. Yayaa mungkin sahabat yang kamu ucapkan kepadaku itu hanya omong kosong” ucapku.
“tapptapii….”
“aku tahu, kak geral telah berkali-kali menguhubungimu tapi tidak pernah kau angkat dan sering kau reject. Mungkin aku telah merepotkanmu. Dulu kan aku sudah bilang kalau aku ini penyakitan. Jadi maafkan aku yang selalu merepotkanmu” ucapku memotong pembicaraannya.
“maafkan aku vin…. Aku menyesal. Sangat menyesal.” Balasnya.
“hanya kata menyesal? Aku memang tak seharusnya juga sih menyuruhmu datang kalau kamu memang tidak menganggapku sebagai sahabat. Ternyata ‘sahabat’ itu omong kosong.” Ucapku lalu berdiri.
“vin…. Hujan” ucap zio.
“memangnya kamu peduli? Aku hampir mati saja kamu tidak peduli” ucapku ketus lalu meninggalkannya. Tidak peduli walaupun hujan pasti akan menerpaku.

Ketika aku sudah sedikit menjauh. Zio berlari dan memelukku. Kemudian menarikku kembali ke taman.
Aku diam duduk di bangku, sementara zio berusaha menghangatkanku.
“sungguh. Aku sangat dilema saat itu vin”  ucap zio sambil mengusap air hujan di wajahku dengan kedua tangannya.
Aku diam dan menepiskan tangannya. Sementara dia terus memandangiku.
“saat itu, orang tuaku bercerai dan persidangannya menghabiskan waktu yang cukup lama. Kakakku tidak menerima akan hal itu, dia kebut-kebutan di jalan raya dan akhirnya tabrakan. Aku frustasi. Saat itu yang dipikiranku, aku benar-benar ingin mati. Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menemani kak dino di rumah sakit. Aku ingin sekali menjengukmu, tapi aku tidak bisa meninggalkan kak dino yang masih tidak sadarkan diri sendirian di rumah sakit. Maafkan aku” ucapnya.
Aku menunduk. Mengingat kembali ucapanku yang tadi aku lontarkan ke zio. Akhirnya air mataku tak terbendung, aku menangis.
Aku memandang wajah zio yang masih merasa bersalah, kemudian aku memegang wajahnya dengan kedua tanganku. “maafkan aku” ucapku lalu memeluknya erat.
Aku menangis dalam pelukannya.
“aku egois yo. Aku egois. Maaaaaf L” ucapku dalam pelukannya.
Aku melepaskan pelukannya, dia menatapku dan tersenyum.
Aku memeluk badanku dan dia mencoba mendekat dan memelukku.
“sudah hangat?” tanyanya.
Aku tersenyum malu. Pipiku mungkin merah merona seperti udang rebus. K
“kamu mau tahu perasaanku saat ini?” tanya zio.
“ya” jawabku.
“aku sayang kamu” ucapnya sambil tersenyum.
“aku juga” balasku
“tapi……….” Ucapku dan zio bersamaan.
“kita kan sahabat” lanjutku dan zio serempak.
Aku sedikit tertawa. Dia pun juga ikut tertawa.

Baru saja berakhir
Hujan di sore ini
Menyisakan keajaiban
Kilauan indahnya pelangi

Tak pernah terlewatkan
Dan tetap mengaguminya
Kesempatan seperti ini
Tak akan bisa dibeli

Bersamamu ku habiskan waktu
Senang bisa mengenal dirimu
Rasanya semua begitu sempurna
Sayang untuk mengakhirinya

Melawan keterbatasan
Walau sedikit kemungkinan
Tak akan menyerah untuk hadapi
Hingga sedih tak mau datang lagi

Janganlah berganti
Janganlah berganti
Janganlah berganti
Tetaplah seperti ini

2 komentar:

Blog blog on 27 Januari 2012 pukul 08.30 mengatakan...

bagus banget (padahalenggakmudeng)
(¬_¬) keep writing yaa

Unknown on 28 Januari 2012 pukul 19.17 mengatakan...

yap (y)

Posting Komentar

 

The Rainbow Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos